Rabu, 22 Juni 2011

Memory of 01/05/2011 - 02/03/2011, when he passed away..

Minggu, 1 Mei 2011.

Seperti hari-hari biasanya, aku melakukan aktivitas ku hari itu dengan sedikit malas-malasan. Semuanya tidak ada yang berbeda. Hanya memang rasa malas yang tidak seperti biasanya. Aku cuek saja. Sekitar jam 2 siang, langit mulai mendung. Sebenarnya aku berencana mengantar adikku belanja keperluan yang akan dia bawa untuk tour ke Bali, jadi jam 4 sore aku sudah mandi dan bersiap. Tapi berhubung hujan, rencana itu kami tunda sampai hujan reda. Selagi menunggu redanya hujan, aku duduk di kursi tamu di rumah. HP ku berdering, ada sms masuk. Ku lihat folder inbox, hehe, tertera nama “Pa’D” (nama kontak untuk Mas Wahyu Widodo / Dodod) yang memang sudah tidak asing lagi di HP ku.

“Pa’ D: Sore mah, lg apa? Mpun iam n ashar blm?” langsung saja ku balas.
“Aku: Sore jg pahh.. sampun nuw,, mpun harum niki.. Hoho”
“Pa’ D: Coba tk tium e hrum tenan pu gk? :”> hehehe, mpun mam dereng?”
“Aku: Ooo..tidak bissaaa... :p mpun mam td, pean? Mpun smpe mna skrng? Hti2..”
“Pa’ D: Bru nyampe Jombang |-) njeh ntar q ksnanane agak mlm njeh mah”
“Aku: Ouh, njeh pah.. tp dsni ujan e ngriwis ae, jd liat adja nti njeh”
“Pa’ D: Njeh, nti ikut aq yuk mah?”
“Aku: Mau k mna emg e pah?”
“Pa’ D: Beli mantel”
“Aku: Lho bukan nya mantel pean msih bru tho?”
“Pa’ D: Bwt pean mantel e”
“Aku: Emuh ahh, d rmh lho uda ada mantel pahh.. ”
“Pa’ D: Q gk tega nek ujan nek mesti kmaleman plng e pean, mw y?”
“Aku: Ugag usah pahh..  q ugag pa kok, tnang adja njeh.. ”
“Pa’ D: Q cma coba nglindungin walopun cma dr aer ujan. Nggeh mah gpp lok pean gk mw”
“Aku: Iyaa cynk.. q tau kok niat pean..  ma’aciiihh.. tp q ugag pa kok ”
“Pa’ D: Njeh”
“Aku: Q mghrib dlu njeh”
“Pa’ D: Njeh, jgn lpa maem n shalat e”
“Pa’ D: Njeh...”

Aku beranjak ambil air wudhu lalu shalat maghrib. Selesai shalat, ku lihat HP ku, sudah ada pesan masuk lagi.
“Pa’ D: Nyampe terminal, ujan e deres”
“Aku: Njeh mpun, hti2 klo pulng”
Sekitar jam 18.30 ada sms lagi..
“Pa’ D: Mpun nyampe rmh mah”
“Aku: Njeh pah, ndang iam trus mam”
“Pa’ D: Sipp nti q k rmh pean njeh?”
“Aku: Sni ujan lho pahhh..”

Tidak ada balasan, mungkin memang ditinggal mandi dan makan malam. Sekitar jam 19.12 sudah sms lagi..hehe (rajin banget deh pokoknya). Tapi jaringan operatornya sudah mulai lemot. Huh...
“Pa’ D: Q brangkat k stu y mah”
Berhubung hujannya lumayan deras, cepat-cepat ku balas.
“Aku: Sni ujan, apa nggk skalian bsok adja pah.. drpd ujan2 gni??”
Sms ini ku kirim beberapa kali karena pending. Cukup lama ku dapat balasan dari dia. Jam 19.25, baru dia balas smsku.
“Pa’ D: niki sampun kadung siap brangkat mah”
Cepat-cepat ku ketik sms balasn untuk mencegahnya berangkat, sudah ku ketik dan ku masukkan nomornya, tapi saat tekan “send”, HP ku mati. Sedikit jengkel. Lalu ku charge sebentar. Karena ku rasa kelamaan nunggu HP yang sedang ku charge, aku sms dia pakai nomor ibuku.
“Aku: Pean pa nekat tho pah??” tapi tidak dibalas. Lalu ku sms lagi.
“Aku: Pean lg apa?” aku sms seperti itu karena ku kira dia menuruti kata-kataku untuk tidak berangkat ke rumahku. Karena biasanya dia tidak pernah menolak apa yang ku bilang ke dia, selama itu tidak menyalahi aturan. Karena tidak ada balasan, aku kirim sms lagi.
“Aku: Klo sms d numb ini adja njeh, cz GSM q baterainya empty..”

Tidak ada balasan. Berkali-kali ku lihat ke depan rumah, siapa tau dia benar-benar nekat. Tapi sampai jam setengah sembilan malam dia belum datang juga. Saat itu aku sama sekali tidak berpikiran apa-apa. Lalu ku tinggal nonton TV, acara saat itu pertandingan antara Manchester United vs. Arsenal. Setelah ku rasa HP ku sudah cukup terisi baterainya, ku cabut dari charger, ku pikir dia membalas di nomorku, ternyata tidak!! Lalu ku sms dia lagi,
“Aku: Pean marah tho??” tapi tidak dibalas juga. Bahkan berkali-kali ku telepon, tidak diangkat juga. Aku mulai merasa jengkel. Jadi ku kirim sms dengan nada sedikit emosi,
“Aku: Njeh mpun.. Q jg mau tdur, bsok msuk pagi n nggk bs telat. Pean met tdur.. Good night, nice dream..”

Aku sama sekali tidak berpikiran negatif. Aku berkesimpulan bahwa dia benar-benar tidak jadi berangkat dan mungkin ketiduran karena kelelahan, mengingat dia baru saja pulang dari Surabaya untuk menghadiri acara wisuda kakaknya.
Aku mencoba untuk memejamkan mata, tapi sama sekali tidak bisa tidur. Tidak tau mengapa, ada perasaan yang aneh, tapi buru-buru aku tepis dengan minum segelas air putih. Karena dia tidak membalas sms dan tidak menjawab teleponku, aku putuskan untuk tidak mengganggu tidurnya (karena ku kira saat itu dia sedang tidur). Lalu aku online untuk chatting (mig33), siapa tau dia online, ternyata juga tidak!!
Seperti biasa, aku masuk room obrolan Carubane. Aku bercanda dengan teman-teman di room itu, karena aku juga lumayan lama, hampir 2 bulan jarang online, jadi sekalian melepas kangen. Lalu ada salah satu teman yang “pv” (istilah untuk privat chat), sebut saja namanya Potaway. Dia adalah salah satu teman Mas Wahyu juga, dan rumah mereka pun bertetanggaan. Kurang lebih begini obrolanku dengan dia:

“Potaway: Cha, kmu msih sma dodod?”
“Aku: Iya, pasti nuw mas”
“Potaway: Kpan trakhir ktmu dodod?”
“Aku: Emmm.. kpan ya? Kira2 Kamis mggu lalu, sblm mz’dod k Sby.. emg knpa mz?”
“Potaway: Lha saiki dodod nandi?”
“Aku: Nggk tau mz, td sih kta ny mau ksni, tp kyk ny gajadi. Mngkin ktiduran”
“Potaway: Brarti arep nggonan mu tenan?”
“Aku: Iya sih td..”
“Potaway: Wis krungu kbar durung?”
“Aku: Kbar apa mz?”
“Potaway: Tak kasih kbar Cha, tp tatag no atimu sek”
“Aku: Ada apa ada apa?”
“Potaway: Yakin wis kuat?” aku mulai cemas.
“Aku: Kabar apa tho mas??? To the point sajaa..”

Belum sampai dia membalas, ada pesan masuk dari nomor tidak ku kenal, isinya:
“X: Mb’Cha mz’dodod nggk ada”.

Sontak aku terkejut dan tidak percaya. Lalu ku lihat ke layar obrolanku dengan Potaway, ku baca ketikan terakhirnya:
“Potaway: Dodod kecelakaan Cha”

Masih tidak percaya, aku balas sms dari nomor tidak ku kenal itu.
“Aku: Maksud nya???? Ini siapa??”
“X: Ini q Bimo mb”

Aku belum percaya, tapi air mata sudah mulai jatuh. Langsung ku telepon Bimo (adik sepupu dari Mas Wahyu / Dodod). Dan memang...itu benar!!!
Aku limbung dan langsung terduduk lemas. Rasa tidak percaya, sedih, marah, menyesal, berdosa dan semua rasa yang tidak bisa dirasakan bercampur menjadi satu. Hanya menangis, itulah satu-satunya hal yang bisa ku lakukan. Aku tidak pernah membayangkan akan kehilangan dia secepat ini. Ibuku pun meneteskan air mata tidak percaya. Waktu itu sekitar jam 22.30. Aku bersikeras untuk pergi ke rumahnya mas. Tadinya orang tua ku melarang karena takutnya di sana aku tidak kuat dan justru malah merepotkan, tapi ku yakinkan mereka bahwa aku kuat (meskipun saat itu untuk menggelengkan kepala saja terasa sangat berat bagiku). Akhirnya aku diantar oleh adik, bapak dan pak lek ku sekitar jam 22.55. Aku tidak langsung ke rumah duka, tapi ke RSUD Kabupaten Madiun (Panti Waluyo) karena informasi dari Bimo, jenazah masih di RS. Sampai di RS sekitar jam 23.30, keadaan sudah sangat sepi, aku telepon Bimo, dia bilang jenazah baru saja sampai di rumah. Aku bergegas menyusul ke rumah. Dan memang aku berpapasan dengan mobil ambulance yang mengantar jenazah. Air mataku mengalir tanpa bisa ku cegah. Aku masih belum bisa percaya!!

Sesampai di rumah duka, sudah ramai orang. Ku kuatkan kakiku untuk melangkah memasuki rumah. Astaghfirullah...yaa Rabb...rasanya raga ini sudah tak bertulang! Terlihat peti jenazah di hadapanku. Aku berpegang pada tiang rumah untuk menguatkan diriku sendiri membantu menopang tubuhku. Aku terduduk lesu dan disapa oleh bapaknya mas. Beliau ngobrol dengan bapakku. Sedang aku hanya memandangi peti di hadapanku, yang di dalamnya terbujur jasad orang yang sangattt berarti dalam hidupku, yang sangat ku sayangi, yang belum sempat aku membuatnya bahagia dan bangga. Aku masih bisa menahan air mataku, aku tidak mau terlihat menangis di hadapan almarhum, karena memang selama ini dia paling tidak ingin aku bersedih, apalagi menangis. Lalu Om Agung (ayahnya Bimo) mengajakku untuk menemui ibu. Aku melangkah dengan sedikit ragu dan takut (takut kalau aku tidak diterima karena menyebabkan anaknya tiada). Ternyata tidak, beliau langsung menangis ketika melihatku dan tangis semua orang pun pecah di ruangan itu. Aku memeluk ibu dan memohon maaf. Seandainya mas tidak berencana ke rumahku, mungkin akan lain ceritanya. Sungguh tidak kuasa aku melihat kondisi ibu saat itu. Astaghfirulloh... Tidak banyak yang bisa ku katakan saat itu. Aku hanya bisa terpaku dan mengumpulkan kekuatanku, sesekali ku usap air mata ibu dan saling menguatkan.

Setelah jenazah disholatkan, tante Mimin (mamanya Bimo) mengajakku dan ibu untuk membacakan surat Yasiin dan tahlil untuk mas. Aku beranjak dan ikut mengambil wudhu. Saat di kamar mandi, ku lihat pakaian mas tergantung ditembok, mungkin itu yang dia pakai sewaktu pulang dari Surabaya tadi. Ku ambil pakaiannya, masih basah.. (berarti dari terminal menuju rumah, dia kehujanan) lalu ku peluk erat pakaian itu, tidak kuasa ku menahan air mataku. Aku sadar, aku harus segera berwudhu, ku gantungkan kembali pakaian itu dan ku cium. Di luar aku sudah ditunggu ibu.
Tante Mimin, ibu dan aku ke rumah depan, duduk di samping peti jenazah, lalu membacakan fadhilah al-fatihah berlanjut yasiin dan tahlil. Ingin sekali rasanya saat itu aku memeluk dan mencium jasad mas untuk terakhir kali, tapi tidak diizinkan, entah karena alasan apa. Sangat sedih dan entah apa nama perasaan itu, karena tidak bisa memeluk, mencium, bahkan sedetik saja melihat mas untuk terakhir kali pun tidak bisa. Yaa Alloh... betapa ku rasa tidak adilnya Engkau saat itu. Astaghfirulloh...

Sekitar jam setengah tiga pagi aku pamit untuk pulang. Sepanjang perjalanan aku terus menangis tak kuasa menahan air mataku. Mengapa dia harus pergi meninggalkan aku? Mengapa semua harus berakhir secepat ini? Mengapa harus dengan cara seperti ini? Ya Alloh..entah perasaan semacam apa ini. Sampai di rumah aku sudah tidak bisa menangis, aku tidak ingin orang tuaku khawatir akan keadaanku. Aku hanya duduk lemas terdiam di kursi yang selalu mas pakai untuk duduk saat di rumahku. Setelah masuk waktu subuh, aku beranjak untuk melaksanakan sholat subuh. Di saat itu aku hanya bisa menangis dalam sholat dan doaku. Sama sekali tidak khusyuk.

Senin, 2 Mei 2011.

Acara pemakaman dilaksanakan sekitar jam 9 pagi. Jam setengah 7 pagi aku bersiap, kembali ke rumah almarhum mas. Sudah ramai orang bertakziah. Banyak juga teman-teman kampus dan teman main mas. Aku bersama ibu, bapak, mbak, tante dan omku. Aku duduk di dekat peti jenazah bergabung dengan ibu dan mbaknya mas. Lalu jenazah disholatkan lagi sebelum diberangkatkan..menuju tempat peristirahatan terakhir. Setelah disolatkan dan didoakan, mulailah diangkat peti itu. Astaghfirullah... yaa Rabb... Engkau benar-benar mengambilnya.

Saat jenazah diberangkatkan, tanteku memegangiku, melarangku ikut ke pemakaman. Tapi ku lepaskan pegangan tanteku, dan berlari mengejar iringan orang-orang. Aku bertemu dengan dua orang teman mas, entah siapa nama dua mbak-mbak itu, aku lupa bertanya. Mereka menceritakan semua curhatan mas ke mereka, dan itu tentang aku, tentang harapan dan keseriusan mas kepadaku. Aku hanya terdiam menahan air mataku agar tidak sampai jatuh. Mereka memeluk dan mengatakan agar aku bersabar. Aku hanya diam. Kosong.

Di pemakaman, aku berdiri di samping Mbak Us (mbaknya mas) di depan liang lahat. Ku lihat jelas jasad mas dalam balutan kain kafan diangkat dari dalam peti, tapi tetap saja, tidak bisa ku lihat wajahnya. Hanya sedikit ujung kepala dan sebuah kapas kecil dengan setitik darah yang bisa ku lihat..itulah untuk terakhir kalinya aku memandang mas. Ku ambil 3 kepal tanah liat dan ku masukkan ke dalam liang kubur, untuk melepas mas. Ku lihat jasad mas mulai tertutup tanah dan dipasang nisan di atas gundukan tanah makam mas. WAHYU W. Senin Kliwon, 02-05-2011. Itu yang tertulis di batu nisan. Ku taburkan bunga dan ku panjatkan doa untuk mengantar kepergiannya, kepergiannya untuk menempuh perjalanan sucinya menghadap Alloh subhanahu waa ta’ala.
Pahh.. Aku dilahirkan untuk kamu. Kamu dilahirkan untuk aku. Aku menyayangimu, tapi Alloh lebih menyayangimu. Sehingga aku merelakan kamu pergi.

Ya Allah aku tidak tau bagaimana akhir hidupku, aku tidak tau apa yang akan terjadi esok. Tapi apapun yang akan terjadi, aku serahkan, aku kembalikan kepada-Mu yaa Rabb...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar..